Senin, 01 Juni 2009

Penantian

PENANTIAN

Banjarmasin, 1 Nopember 1996

Telah kuterima suratmu. Tak sadar bayang-bayang masa lalu kembali hadir dalam ingatanku.Saat engkau nyatakan cinta untukku. Tahukah engkau, saat itu hatiku bagai disiram embun pagi. Ada kesejukan menjalari seluruh tubuhku. Hingga kelu lidahku untuk berucap dan bertutur. Waktu itu aku hanyut dengan perasaanku sendiri, hingga tak ada kata yang terucap sebagai kata pastiku untuk menerima cintamu.

Kalau saat itu aku tak menjawab cintamu, bukan berarti aku tidak suka padamu. Bukan berarti akau tak ingin kau titipkan hatimu padaku. Ingin aku bernaung pada teduh matamu yang didalamnya kutemukan pancaran kesetiaan.

Tapi, ingin kudengar darimu sekali lagi ucapan itu, agar benih cinta yang akan kau semaikan di relung hatiku tertanam kukuh, hingga menghasilkan bunga yang harum semerbak di taman kasihku.

Namun yang kuharapkan tak pernah kunjung tiba. Kau seakan menjauh dari hadapanku. Kehangatan yang kuharapkan darimu tiada kutemui. Yang kujumpai hanya sikap dinginmu. Kau bagai ingin mengindar dariku apabila ada persuaan. Hingga akhirnya kita dipisahkan oleh rentang jarak, tapi kepastian cinta darimu tak pernah kuperoleh.

Jarak yang memisahkan tiadalah akan memupus rasa cintaku padamu. Bahkan yang demikian memupuk perasaan rinduku padamu. Kubiarkan hatiku menabur harapan untukmu. Agar nanti bila suatu saat kau hadir untukku, akan kuhulurkan tali kasihku untukmu. Akan kusimpul erat hingga tak akan lepas dilebur gelombang.

Hari ke hari, mingu ke minggu, bulan berlalu menjadi tahun. Kau biarkan aku menunggu dalam ketidakpastian. “ Pungguk merindukan bulan”, demikianlah kiranya pepatah yang pantas untukku. Aku berharap dan terus berharap, mananti kau akan singgah dan berlabuh di dermaga hatiku.

Ada seberkas sesal melejit-lejit di hatiku. Kenapa dulu aku tak memberi kepastian kepadamu. Bahwa aku juga mencintaimu, bahwa cintamu tak bertepuk sebelah tangan. Inikah yang dinamakan harga diri ? Apakah aku terhina jika aku menyambut cintamu saat itu ? Ah…

Sampai saat kudengar kabar bahwa engkau telah titipkan hatimu pada yang lain. Dapat engkau bayangkan betapa luluh lantak hatiku. Kakiku terasa tak berpijak di bumi. Runtuh sudah istana harapan yang kubangun selama ini dengan segenap kesetiaanku. Kemana lagi kuserahkan hatiku yang telah remuk berkeping. Cinta suciku yang kurawat rapi dalam bilik hatiku dan hanya kubuka untukmu, dan tak kuizinkan yang lain menyentuhnya, ternyata hanya berbuah kesia-siaan.

Satu tahun bukanlah waktu yang singkat untuk memendam kerinduan cinta dalam suatu penantian yang tak pasti. Tapi aku yakin bahwa engkau juga mencintaiku. Seperti yang kau katakan pada saat itu.

Berangsur-ansur kucoba untuk menghapus bayangmu dalam hari-hariku. Mungkin aku dapat mengaburkan wajahmu dari hatiku disaat aku sibuk dalam kegiatanku. Tapi tak dapat kupungkiri, kala aku termenung seorang diri, dirimu akan begitu jelas dalam lukisan hatiku. Karena tak ada lukisan yang paling indah dari lukisan yang ada dalam hati kita terhadap orang yang dikasihinya. Jelasnya tuturmu lebih jelas dari suara detak jam di tengah malam sunyi.

Suatu saat seseorang datang untuk melabuhkan hatinya padaku. Dengan hati yang masih berdarah kucoba mengumpulkan puing-puing harapan yang telah berserakan, walaupun aku tak yakin akan mampu mencintainya sepenuh hati sebagaimana cintaku padamu. Tapi aku tak ingin menambah lagi satu hati yang terluka. Cukup aku saja yang merasakan sakitnya luka cinta, dan juga tak ada alasan yang kuat bagiku untuk menampik uluran tangannya.

Lalu mengapa sekarang harus begini keadaannya ? Setelah aku mulai mengayuh bahtera dan aku tak mungkin lagi untuk berpaling ? Engkau datang dengan segenap harapan yang engkau simpan untukku selama ini. Kiranya tak mungkin lagi aku merapat di tepian pantai hatimu, walaupun hatiku sepenuhnya hanya untukmu. Hanya untukmu!

Kenapa engkau datang setelah sekian lama aku terombang-ambing dalam lautan ketidakpastian. Hatiku menggapai-gapai memohon huluran tali kasihmu. Tapi kau biarkan aku karam bersama harapan-harapanku.

Sekarang engkau timpai pula aku dengan perasaan sesal yang bertubi-tubi. Kukutuki diriku yang terlalu cepat mempercayai kabar yang ternyata tidak terbukti kebenarannya, yang akhirnya meruntuhkan harapanku dan harapanmu. Dan melenyapkan semua mimpi-mimpi kita.

Maafkan aku… Dua kali kukecewakan hatimu. Telah aku tambah luka yang ada di dadamu. Kuharap cintamu tak akan pupus padaku, seperti cintaku padamu. Bukankah cinta suci tak mempedulikan persuaan jasad ? Dan tidak selamanya cinta harus saling memiliki.

Terakhir, simpanlah namaku di hatimu, sebagaimana kusimpan namamu di hatiku. Sebagai tanda bahwa hatiku hanya untukmu.

Wassalam

Buat Merpatiku yang hilang. Maafkan Aku…

Banjarmasin Kelabu

Lama juga nggak nengok ni blog. Sampai-sampai aku lupa sandinya. iseng-iseng hari ini aku utak-atik lagi blog ini. Tapi apa yang harus aku tulis ya... Biarlah yang penting aku masuk dulu. Emang benar juga kata orang nulis itu lebih sulit dari bicara. kalau soal bicara, 2-3 jam saja belum tentu habis bahan yang kita omongkan. tapi kalau nulis.. ya ampuuun... terkadang 1 paragrap saja pusingnya tujuh keliling. Kayak tulisan ini nih. Namanya aja nggak ada konsep jadi pembicaraannya kada babuku baruas (ngalor ngidul)

Senin, 25 Agustus 2008

Sertifikasi Guru, Harapan dan Kekhawatiran

Gaung sertifikasi guru sekarang mampu menyita perhatian di kalangan tenaga kependidikan (guru dan dosen) di tanah air. Betapa tidak, dengan mengantongi sertifikat pendidik, maka seorang guru berhak mendapatkan tunjangan berupa satu kali gaji pokok.

Di satu sisi, hal ini merupakan sesuatu yang patut disyukuri oeh para guru dan dosen. Sebab dengan sertifikasi guru diharapkan dapat meningkatkan kesejahteraan guru yang notabene masih tertinggal jauh dari profesi lain seperti hakim dan dokter misalnya. Peningkatan kualitas kesejahteraan ini tentunya harus diimbangi dengan peningkatan kualitas profesionalisme guru yang pada intinya akan berdampak pada peningkatan mutu proses pembelajaran dan peningkatan mutu pendidikan di Indonesia.

Pertanyaannya sekarang, apakah upaya yang dilakukan pemerintah tersebut akan efektif untuk meningkatkan kualitas pendidikan di Indonesia? Jawabannya tentu tidak akan dapat terlihat dalam waktu singkat. Kalau program ini tidak dilaksanakan secara konsisten dan evaluasi yang serius, maka dikhawatirkan akan terjadi penyimpangan-penyimpangan. Tanpa dilandasi idealisme dan nilai moral yang baik, maka tunjangan satu kali gaji pokok dikhawatirkan hanya akan memupuk moral buruk di kalangan pendidik kita. Buruk dalam arti menghalalkan segala cara untuk mencapai tujuan.

Pintu kecurangan yang dapat terjadi adalah dengan memanipulasi data pada fortofolio agar sesuai dengan kriteria-kriteria yang ditentukan.

Dengan syarat harus memiliki ijazah S1, maka para guru berlomba-lomba untuk memenuhi persyaratan tersebut dengan mengikuti perkuliahan baik melalui proyek pemerintah maupun dengan biaya sendiri (mandiri). Perguruan tinggi negeri maupun swasta juga membuka program S1 bagi guru-guru yang belum memiliki gelar sarjana. Kalau pendidikan S1 yang dilaksanakan hanya bertujuan untuk mendapatkan gelar S.Pd dan gelar sarjana pendidikan lainnya tanpa memperhatikan mutu dari program S1 yang dilaksanakan maka hanya akan menghasilkan sarjana-sarjana dengan kualitas rendah yang tentunya tetap tidak akan berpengaruh terhadap peningkatan mutu pendidikan.

Sertifikan pelatihan juga merupakan komponen penilaian dalam sertifikasi guru. Peserta sertifikasi berusaha untuk memasukkan berbagai STTPL, walaupun terkadang harus menggunakan STTPL aspal. Melihat gejala inilah akhirnya ditetapkan bahwa STTPL yang dimuat dalam fortofolio harus asli!!.

Bagi sekolah-sekolah di kota yang memiliki guru cukup atau bahkan lebih dalam satu sekolah, maka untuk memenuhi persyaratan mengajar selama 24 jam dalam seminggu sangat sulit untuk diwujudkan yang berarti seorang guru tidak mencukupi syarat untuk mendapatkan tunjangan sertifikasi guru. Hal inipun rawan penyimpangan karena legalisasi pernyataan jam mengajar tersebut cukup ditandatangani oleh kepala sekolah. Kalau terjadi kolusi antara kepala sekolah dan guru yang bersangkutan dengan berbagai alasan, maka penyimpangan data yang tidak sesuai dengan realita yang ada juga dapat terjadi di sini. Dapat saja seorang kepala sekolah membuat keterangan yang menyatakan bahwa si guru mengajar selama 24 jam seminggu, sedangkan pada kenyataannya tidak demikian.
Dampak negatif yang juga mungkin terjadi dari penerapan sertifikasi guru ini adalah adanya kecemburuan sosial di kalangan guru. Ketika salah seorang guru yang mendapatkan tunjangan gaji dua kali lipat dari rekan kerja yang lain tidak menunjukkan kinerja yang signifikan, maka hal ini akan berdampak buruk bagi guru-guru lain dalam sekolah tersebut. Apalagi kinerja yang ditunjukkan lebih buruk daripada guru yang tidak mendapatkan tunjangan sertifikasi.

Akhirnya kembali kepada diri masing-masing dalam menyikapi sertifikasi guru ini. Kalau hal ini disikapi dengan idealisme dan nilai moral yang tinggi, maka sertifikasi guru dapat menjadi jalan untuk meningkatkan mutu pendidikan di Indonesial. Sebaliknya tanpa moral dan idealisme yang tinggi maka sertifikasi guru hanya akan menghasilkan guru-guru yang bermental buruk yang akan berimbas kepada generasi bangsa ini. Karena guru adalah figur yang digugu dan ditiru. Bagaimana mungkin kita mengharapkan generasi kita mendatang akan bebas dari budaya korupsi kalau orang yang mendidik mereka juga tidak bersih dari penghasilan yang tidak baik, yang diantara penunjang hidupnya berasal dari hasil yang bukan haknya.

Kamis, 21 Agustus 2008

Luka

Indahnya senadung malam berlalu tanpa bekas
Di pelatar hati yang mengering
Sia-sia segala gita
'Ntuk siram gersang jiwa
Menetes darah
Jatuh di ujung gaun..
Aku luka,
Darah yang tak berwarna
Karena seriusmu dalam canda.